Pendidikan Membentuk Produk Kapitalis

Author: BEM Fakultas Ekonomi UNSOED /

Oleh : Dimas Hanka Prayogi
Menteri Advokasi BEM FE Unsoed 2009

Mungkin kita semua tidak sadar bahwa sesungguhnya kita sedang menghadapi masalah yang sangat besar. Apa yang kita lihat saat ini seolah tidak mengesankan jika ada masalah yang terjadi dengan generasi penerus bangsa ini. Ada banyak aspek yang bisa kita jadikan sudut pandang dalam memberikan penilaian terhadap apa yang sesungguhnya sedang terjadi dengan generasi penerus bangsa kita. Namun dalam tulisan saya ini akan lebih menyoroti dalam hal pendidikan.
Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya sistem pendidikan bangsa ini tengah mempersiapkan masyarakatnya menjadi antek-antek kapitalis yang selama ini kita nilai telah banyak membawa prahara dalam kehidupan bangsa ini. Para mahasiswa pun tidak henti-hentinya mengecam kapitalisme yang semakin menghegemoni di Indonesia. Namun ternyata kita terjebak dalam kontradiksi yang secara tak sadar memposisikan diri kita sebagai orang yang munafik. Kita mengecam kapitalisme, tapi setiap hari kita mempelajari nilai-nilai kapitalisme dari bangku perkuliahan.
Kapitalisme telah menebar virus dehumanisasi dalam tubuh masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa. Mengapa saya mengatakan demikian? Tentunya saya memiliki alasan untuk menjelaskan statemen saya di atas. Perlu diketahui bahwa untuk mencapai hakikat kemanusiaanya, manusia harus terbebas dari segala bentuk heteronomi agar mampu merealisasikan dirinya secara bebas dan utuh sebagai mahluk sosial (Karl Marx). Yang dimaksud marx sebagai heteronomi adalah keadaan dimana manusia tunduk pada hukum yang bukan hukumnya sendiri. Kapitalisme memaksa yang bertentangan untuk saling mencium. Bagaimana kemudian para buruh terpaksa harus beramah tamah dengan pemilik modal yang sesungguhnya bertentangan karena masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Dalam hal ini kapitalisme menyamarkan penindasan kepada keharusan dalam produksi komoditi. Buruh harus melakukan produksi komoditi sesuai dengan hitungan yang ditentukan oleh pemilik modal atas nama ekonomis dan efisinsi, tidak peduli dengan nasib buruh tersebut karena hakikat kaum borjuis adalah uang (untung). Disinilah terjadinya proses dehumanisasi, dimana manusia (kaum buruh) tidak mampu merealisasikan dirinya secara bebas melalui pekerjaan yang menjadi proyeksi dari hakikat kemanusiaannya. Kembali pada pandangan marx tadi bahwa untuk mencapai hakikat kemanusiaanya manusia harus terbebas dari segala bentuk heteronomi. Dalam kondisi seperti ini jelas manusia telah ditentukan oleh kekuatan asing dari luar, yang artinya manusia tidak terbebas dari heteronomi.
Apa yang tetrjadi dalam kehidupan nyata tersebut kemudian disusupkan melalui sistem pendidikan kita. Materi yang selama ini kita dapat dalam perkuliahan sama sekali tidak terbebas dari nilai-nilai yang coba diajarkan untuk membentuk mahasiswa yang siap menjadi generasi yang akan melanggengkan kapitalisme di Negara kita. Sebagai mahasiswa ekonomi tentunya kita tidak aneh dengan materi-materi Break event point dalam produksi, bagaimana mencari laba maksimum, dan lain sebagainya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Materi yang diajarkan tersebut membentuk pola pikir yang berorientasi pada keuntungan semata. Pola pikir tersebut mengarahkan kita pada gaya hidup ala borjuis yang lebih mementingkan uang. Keadaan seperti ini mau tidak mau akan menghadapkan kita pada dua pilihan yang sama-sama akan mengasingkan kita dengan hakikat kemanusiaan kita. Pertama kita dipaksa untuk memilih menjadi pemilik modal yang menindas dengan alasan efisiensi dan ekonomis, karena jika tidak kita akan tersungkur dalam persaingan yang jelas-jelas sudah kapitalis. Atau yang kedua kita akan menjadi kaum buruh yang tidak mampu merealisasikan dirinya secara bebas melalui pekerjaannya karena terkekang oleh perjanjian kerja yang memiliki kebebasan semu.
Semoga ini bisa menjadi refleksi bagi kita semua dalam mencerna materi perkuliahan secara bijak, dan membangkitkan kesadaran kita sebagai mahasiswa untuk senantiasa mengawal pendidikan di Indonesia agar tetap sesuai dengan nilai-nilai pancasila bukan kapitalis.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan tanggapan anda..
Saran & Kritik kami terima dengan tangan terbuka. Terima Kasih..