Bobroknya Pendidikan Indonesia dan BOPP

Author: BEM Fakultas Ekonomi UNSOED /

oleh Helmy Shoim P.
Presiden BEM FE UNSOED


Penting bagi kita untuk mengingat petuah dari Ki Hajar Dewantara bahwa hakikat pendidikan adalah sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dari penjelasan tersebut tampak jelas bahwa kehadiran seorang anak dalam kancah dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari konteksnya sebagai bagian dari alam dan kehidupan masyarakat.
Ungkapan Ki Hajar Dewantara dapat pula diartikan bahwasanya pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan kualitas suatu bangsa. Karena dari hasil proses pendidikan yang baiklah bangsa ini akan mendapat iron stock yang berkualitas untuk membangun dan mengembangkan bangsa ini.
Akan tetapi pada kenyataannya, sekarang pendidikan Indonesia berada dalam fase yang mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu 45 tahun pendidikan Indonesia telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak tujuh kali perubahan (1962, 1968, 1975, 1984, 1994, KBK, dan KTSP). Namun, apakah pergantian kurikulum semacam itu sudah mampu memberikan imbas positif terhadap kemajuan peradaban bangsa? Sudahkah pendidikan di negeri ini mampu melahirkan anak-anak bangsa yang visioner; yang mampu membawa bangsa ini berdiri sejajar dan terhormat dengan negara lain di kancah global?
Pergantian tersebut selain karena adanya kepentingan politis juga menunjukan bahwa bangsa ini memiliki sistem yang terpadu dan komprehensif untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dan ternyata saat ini berdasarkan laporan UNESCO (2007), peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Education Development Index (EDI) Indonesia hanya 0.935 yang berada di bawah negeri jiran kita Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). So?
Fakta lain yang juga mengkhawatirkan ialah adanya sinyalemen untuk menjadikan pendidikan sebagai komoditas jasa. Hal ini terlihat dari dikeluarkannya UU No.12 Tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Secara tidak langsung UU tersebut memaknai bahwa proses pendidikan merupakan sesuatu hal yang bersifat take and give. Artinya ada pihak yang menyediakan jasa pendidikan dan ada pihak yang menerima jasa pendidikan. Sehingga tidak mengherankan akan ada usaha ”jual-beli bangku” kuliah berdasarkan kekuatan finansialnya.
Lebih parah lagi kebijakan ini diindikasikan sebagai upaya pemerintah melepaskan diri dari tanggung jawab mengelola pendidikan. Karena dengan adanya BHP maka semua kebijakan sepenuhnya menjadi wewenang instiutsi BHP tersebut. Dari sinilah muncul istilah liberalisasi pendidikan. Yaitu pemisahan antara urusan pendidikan dari campur tangan pemerintah. Sehingga kewajiban negara untuk mencerdasakan kehidupan bangsa hanya akan menjadi selarik kalimat tak berarti dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam konteks yang berbeda pemerintah belum sanggup mewujudkan amanat UUD 1945 untuk merealisasikan anggaran 20% yang proporsional. Yang saya maksud proporsional ialah merupakan kritikan terhadap anggaran 20% yang sekarang. Pada saat ini anggaran sebesar itu, lebih dari 50%nya dikeluarkan untuk gaji pengajar. Sisanya dibagi untuk fasilitas dan berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan lainnya. Bagaimana pendidikan Indonesia mampu menciptakan manusia unggul apabila pemerintah tidak sanggup menyediakan pendidikan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat. Ketidak proporsional anggaran tersebut merupakan salah satu penyebab banyak institusi pendidikan yang menerapkan pungutan kepada calon mahasiswanya. Inilah akar dari adanya praktik komersialisasi pendidikan karena pemerintah tidak menjalankan tugasnya untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Dan komersialisasi pendidikan merupakan pengingkaran terhadap konstitusi negara, dimana pendidikan dinilai berdasarkan kekuatan finansial bukan berdasar kecerdasan intelektual semata.

Di Sini???
Dan sinyal adanya komersialisasi pendidikan telah ada di kampus rakyat, Universitas Jenderal Soedirman, ini dalam bentuk BOPP. Dalam formulir BOPP sudah sangat jelas tertulis bahwa BOPP berpengaruh terhadap proses diterimanya mahasiswa. Walaupun pada perkembangan penekanan tersebut dihilangkan namun praktik ”pungutan” tersebut tetap saja dilaksanakan. Yang menjadi pertanyaan awal apakah pantas institusi pendidikan menjadikan uang sebagai syarat masuk bagi calon mahasiswanya? Kemudian orang Indonesia yang tidak sanggup membayar BOPP apakah ditolak dari kampus rakyat ini? Apakah kampus ini diperuntukkan bagi orang yang sanggup membayar saja?
Wahai mahasiswa Unsoed, BOPP adalah bentuk pengingkaran dari apa yang telah disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara di atas. Dan juga bentuk pengingkaran dari cita-cita luhur pendidikan Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dimana dalam pembukaan tersebut disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Lantas pertanyaannya, bagaimana mau cerdas kalau kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak dihalangi oleh dominannya kekuatan finansial?
Kawan-kawanku, semua bentuk komersialisasi pendidikan termasuk BOPP di dalamnya hanya akan mengkerdilkan bangsa ini. Walaupun dalih kebijakan ini ialah untuk memenuhi pembiayaan operasional dan pembangunan kampus. Padahal masih ada jalan lain yang belum dilakukan oleh kampus ini. Semisal penghematan belanja, efisiensi pegawai dan struktur, dan beberapa efisiensi operasional lainnya. Tidak adakah niat kampus ini untuk menjadikan pendidikan yang terjangkau untuk rakyat karena pada kenyataannya masih ada 30 % masyarakat miskin yang ada di Indonesia.
Untuk kondisi saat ini BOPP menjadi suatu hal yang harus kita kawal bersama bahkan kita perlu dengan lantang menyuarakan penolakan terhadap BOPP tersebut. Apapun alasan yang diberikan, kebijakan ini telah menjadikan bangku di kampus ini jadi mahal. Kebijakan ini telah menjadikan rakyat miskin yang tidak memiliki kekuatan finansial gagal untuk menjadi mahasiswa Unsoed. Dan pada intinya kebijakan ini telah menjadikan uang sebagai salah satu syarat utama untuk menjadi mahasiswa. TOLAK SEGALA BENTUK KOMERSIALISASI PENDIDIKAN!!!

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan tanggapan anda..
Saran & Kritik kami terima dengan tangan terbuka. Terima Kasih..